Pemilu 2009 tinggal hitungan hari. Partai politik dan para calegnya semakin bersiap mengerahkan sumberdaya untuk memenangkan pertarungan. Di...
Pemilu 2009 tinggal hitungan hari. Partai politik dan para calegnya semakin bersiap mengerahkan sumberdaya untuk memenangkan pertarungan. Di tengah hiruk pikuk menyongsong pemilu 2009 kita dihadapkan pada ketidakpastian arah demokrasi Indonesia. Demokrasi yang berpotensi menghasilkan produk legislator yang tidak berkualitas dan hanya mengandalkan citra.
Agaknya menjadi persoalan tersendiri bagi bangsa ini, untuk mampu menciptakan sistem bernegara yang mampu membawa bangsa ini menjadi bangsa yang terhormat. Karena sepertinya kita berputar-putar dalam kubangan persoalan yang tiada hentinya. Memang butuh pengorbanan dan kerja keras, untuk membangun demokrasi di tengah masyarakat yang
pragmatis.
Jika dirunut, akar persoalan ini akan berujung pada kapabilitas kepemimpinan. Jika saat ini rakyat menjadi sangat pragmatis, itu wajar karena mereka juga merasakan secara langsung wakil yang mereka pilih sangat pragmatis ketika sudah duduk di Senayan.
Jika demikian adanya, tak pelak, keberadaan partai politik menjadi cukup strategis. Karena partai politik menjadi pilar demokrasi dengan melakukan proses penyaringan pemimpin atau wakil-wakil yang kredibel dan berkualitas. Masalahnya adalah, proses rekrutmen dan kaderisasi di tubuh partai politik belum optimal, seperti misalnya masih menempatkan caleg yang hanya mengandalkan popularitas, tanpa memiliki agenda perbaikan bangsa yang jelas, atau masih menempatkan koruptor dan komprador asing sebagai calon-calon legislatornya.
Dilematis memang. Karenanya tesis tentang partai kader menjadi menarik untuk dikedepankan. Ada contoh menarik terkait partai kader ini. Seperti PKS misalnya, dengan konsep kaderisasi internal di partainya mereka mampu melakukan aktifitas berpartai yang produktif dan elektabilitasnya terus naik secara signifikan. Juga Golkar dengan basis kadernya mampu bertahan pada pemilu 99 di tengah gempuran dari segala arah.
Berbeda dengan partai massa yang hanya mengandalkan citra dan popularitas temporer, Seperti Demokrat, PAN dan partai lainnya. Sebagai awam, kita dapat menilai, partai-partai massa ini memiliki kontrol internal yang sangat lemah. Bahkan dalam proses penyaringan caleg seperti saat ini, caleg-caleg dimunculkan tidak memiliki track record perjuangan yang jelas, atau bahkan bisa jadi si caleg mendaftar menjadi anggota partai saat akan pemilu saja. Sangat pragmatis.
Samsir Afiat samsir.afiat@gmail.com
sumber;inilah.com./8/3/09
Agaknya menjadi persoalan tersendiri bagi bangsa ini, untuk mampu menciptakan sistem bernegara yang mampu membawa bangsa ini menjadi bangsa yang terhormat. Karena sepertinya kita berputar-putar dalam kubangan persoalan yang tiada hentinya. Memang butuh pengorbanan dan kerja keras, untuk membangun demokrasi di tengah masyarakat yang
pragmatis.
Jika dirunut, akar persoalan ini akan berujung pada kapabilitas kepemimpinan. Jika saat ini rakyat menjadi sangat pragmatis, itu wajar karena mereka juga merasakan secara langsung wakil yang mereka pilih sangat pragmatis ketika sudah duduk di Senayan.
Jika demikian adanya, tak pelak, keberadaan partai politik menjadi cukup strategis. Karena partai politik menjadi pilar demokrasi dengan melakukan proses penyaringan pemimpin atau wakil-wakil yang kredibel dan berkualitas. Masalahnya adalah, proses rekrutmen dan kaderisasi di tubuh partai politik belum optimal, seperti misalnya masih menempatkan caleg yang hanya mengandalkan popularitas, tanpa memiliki agenda perbaikan bangsa yang jelas, atau masih menempatkan koruptor dan komprador asing sebagai calon-calon legislatornya.
Dilematis memang. Karenanya tesis tentang partai kader menjadi menarik untuk dikedepankan. Ada contoh menarik terkait partai kader ini. Seperti PKS misalnya, dengan konsep kaderisasi internal di partainya mereka mampu melakukan aktifitas berpartai yang produktif dan elektabilitasnya terus naik secara signifikan. Juga Golkar dengan basis kadernya mampu bertahan pada pemilu 99 di tengah gempuran dari segala arah.
Berbeda dengan partai massa yang hanya mengandalkan citra dan popularitas temporer, Seperti Demokrat, PAN dan partai lainnya. Sebagai awam, kita dapat menilai, partai-partai massa ini memiliki kontrol internal yang sangat lemah. Bahkan dalam proses penyaringan caleg seperti saat ini, caleg-caleg dimunculkan tidak memiliki track record perjuangan yang jelas, atau bahkan bisa jadi si caleg mendaftar menjadi anggota partai saat akan pemilu saja. Sangat pragmatis.
Samsir Afiat samsir.afiat@gmail.com
sumber;inilah.com./8/3/09
COMMENTS